Selasa , 2 Maret 2021
  • Home
  • Kontak Kami

IDKITA Community

Hentikan Kekerasan Pada Anak
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
    • Pendaftaran Sukarelawan
    • Permohonan Kegiatan
    • Konsultasi dan Pengaduan
  • kegiatan
  • Artikel
  • Berita
  • Tutorial
    • Parenting Control
    • Tips dan Trik
  • Parenting
    • Artikel Parenting
    • Aplikasi Parenting Control
      • Aplikasi Android
      • iOS
      • Blackberry
      • Windows Phone
  • Galeri Video
  • FAQs
    • FAQ Pedofilia
Artikel
  • PBNU Minta Publik Bijak Gunakan Medsos
  • Jokowi Ingin Ada Kampanye Masif untuk Penggunaan Medsos yang Positif
  • Menkominfo: Hampir 800 Ribu Situs Sebar Hoax di Internet
  • Jokowi Minta Hukum Tegas dan Keras untuk Penebar Kebencian di Medsos
  • Jokowi Perintahkan Evaluasi Media Online Penebar Hoax dan Provokasi
  • Kasus Asusila Kediri: Terdakwa Dapat Dikenakan Penggabungan Tindak Pidana Selama 20 Tahun
  • Tangani Masalah Yuyun Jangan Tergesa-gesa dan Asal-asalan!
You Are Here: Home » Artikel » Darurat Nasional Kejahatan Seksual Terhadap Anak di Indonesia

Darurat Nasional Kejahatan Seksual Terhadap Anak di Indonesia

Posted by :Deasy Maria Posted date : 25 Oktober 2014

abuse

Seperti yang diberitakan oleh mediaindonesia.com (24/10/2014), Menurut Ketua Komnas Anak Indonesia, Arist Merdeka Sirait, “Indonesia sudah masuk tahap darurat nasional untuk soal pelanggaran hak anak. Sebagian besar kasus yang terjadi di Indonesia terkait kejahatan seksual. Hampir separuhnya dan biasanya pelakunya ialah orang dekat.”

Apa yang diutarakan oleh Arist, pernah disampaikan juga ketika IDKITA di undang bersama Komnas Anak Indonesia untuk mengisi seminar dan dialog tentang pedofilia, yang diselenggarakan Persatuan Wanita Katolik Republik Indonesia cabang St. Servatius – Kampung Sawah – Bekasi, pada 8 Juni 2014 yang lalu.

Mengutip apa yang diberitakan mediaindonesia.com, Komisi Nasional (Komnas) Anak mengungkapkan 21.689.797 kasus pelanggaran hak anak terjadi di 34 provinsi (179 kabupaten/kota) di seluruh Indonesia selama periode April 2013 hingga April 2014. Angka inipun masih merupakan fenomena gunung es, dimana kemungkinan kasus yang tidak terdeteksi dan terlaporkan  lebih besar lagi.

Selain itu, diungkap pula bahwa pada 2010, sekitar 2.000 kasus dan 42% di antaranya kejahatan seksual. Pada 2011, 58% dari 2.428 kasus yang diproses kepolisian merupakan kekerasan seksual. “Tahun 2012, 62% kasus (kekerasan seksual) dari 2.637 yang diproses.Sedangkan di tahun 2013, 52% dari 3.338 kasus merupakan kekerasan seksual. Selama Januari hingga September 2014, 2.028 kasus sudah tercatat di kepolisian.”

Bila dilihat lebih jauh tentang kejahatan  seksual yang semakin tinggi tersebut, bukan tidak mungkin, bahwa perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya dalam masalah konten pornografi yang mudah didapat turut memicu para pelaku untuk melakukan kekerasan dan pelecehan seksual pada anak. Disamping itu, dengan menjamurnya fasilitas chat messenger dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh para predator seks online dalam memperdayai atau melakukan tipu muslihat kepada anak untuk melayani keinginan seksual mereka baik melalui text, gambar, video maupun audio.

 

Kekerasan dan Pelecehan Seksual Pada Anak

Kekerasan dan pelecehan seksual, kadang dipadang sebagai hal yang berbeda. Menurut  kamus besar bahasa Indonesia, pelecehan berasal dari bentuk kata kerja melecehkan yang mengandung pengertian memandang rendah (tidak berharga), menghinakan atau  mengabaikan, sedangkan seksual berkenan dengan masalah seks atau jenis kelamin. Sehingga pelecehan seksual dapat diartikan secara bebas sebagai tindakan  bentuk penghinaan atau memandang rendah seseorang karena hal -hal yang berkenan dengan seks, jenis kelamin atau aktivitas seksual.

Dari pengertian tersebut maka pelecehan seksual merupakan tindakan untuk melakukan penghinaan dan memandang rendah atau merendahkan seseorang dalam masalah seksual yang dapat dilakukan secara fisik maupun non fisik, yang tentunya dilakukan oleh pelaku tanpa dikehendaki oleh korban.

Kemudian bila kekerasan diartikan KBBI sebagai, perihal (yang bersifat, berciri) keras atau paksaan (violence: behavior involving physical force intended to hurt, damage, or kill someone or something). Maka kekerasan seksual lebih dipandang sebagai perbuatan secara fisik yang tentunya juga dilakukan oleh pelaku tanpa dikehendaki oleh korban.

Bagaimana dengan pengertian dalam hukum Indonesia tentang pelecehan? Pasal-pasal yang mengatur tentang tindak pidana tersebut terdapat pada KUHP mengenai kejahatan kesusilaan dan pelanggaran kesusilaan. Pencabulan (pasal 289 -296 ; 2) penghubungan pencabulan (pasal 286-288) namun tidak secara eksplisit menjelaskan apa yang dimaksud dengan pelecehan seksual dalam kategori yang dimaksud dalam pasal -pasal tersebut.

Selain itu bila pelecehan seksual dihubungkan dengan BAB XIV KUHP tentang Kejahatan Terhadap Kesopanan, khsusnya pasal 281, dimana dalam penjelasannya dikatakan bahwa kesopanan dalam arti kata kesusilaan merupakan perasaan malu yang berhubungan dengan nafsu kelamin, misalnya bersetubuh, meraba alat vital wanita, memperlihatkan alat vital wanita atau pria, mencium dan sebagainya. Maka tindakan yang dijelaskan di sini lebih banyak menunjukan pada perbuatan fisik bagaimana dengan non fisik yang juga dianggap sebagai pelecehan?

Dalam Undang Undang No. 44 Tahun 2008  tentang Pornografi, pada pasal 11 disebutkan Setiap orang dilarang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9, atau Pasal 10. Dalam pasal-pasal tersebut terdapat tindakan yang bersifat non fisik secara langsung pada korban dalam hal pornografi.

Begitu juga dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, khususya pada pasal 82, Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Dalam pasa ini telah menyebutkan secara jelas perbuatan non fisik yang dianggap sebagai pelanggaran hukum yang berat terhadap pelakunya.

Dalam Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi elektronik, disebutkan bahwa “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”. Apabila perbuatan tersebut dilakukan pada anak maka sanksi pidananya disebutkan Pasal 52 yaitu “Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga dari pidana pokok”. Dimana dalam sanksi pidana atas pasal 21 ayat 1 yang disebutkan dalam pasal 45 pelakunya akan dipenjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Dengan demikian, bila berbicara mengenai kekerasan atau pelecehan seksual, khsusnya pada anak, di era yang begitu cepat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini, maka perbuatan pelaku dianggap merupakan kejahatan berat bila dilakukan secara fisik maupun non fisik terhadap anak sebagaimana telah diatur secara cukup oleh hukum dan peraturan perundang-undangan, Walau sebagain masyarakat beranggapan perlu dilakukan revisi sesuai dengan perkembangan zaman, terutama dalam pemberatan hukuman bagi pelaku kekerasan seksual pada anak.

Khususnya dalam pemanfaatan media sosial dan internet, memang tidak mudah untuk menghadirkan bukti-bukti yang cukup khususnya dalam hal pelecehan seksual melalui text, gambar, audio maupun video dimana dalam kebanyakan kasus, anak yang adalah korban kadang tidak menyadari bahwa dirinya telah dilecehkan secara seksual. Hal ini juga terungkap dalam beberapa kasus, dimana chat messenger merupakan salah satu media dimana anak dapat  diperdaya dengan segala tipu muslihat pelaku (kebanyakan orang dewasa) sehingga anak dengan mudah melayani apa yang diminta oleh pelaku, baik melalui percakapan text, gambar, video maupun pembicaraan melalui telepon – audio (baca pengertian sexting).

Kemudian bila ada yang bertanya, apabila pembicaraan secara tertutup atau lewat chat messenger atau telepon yang bermuatan kesusilaan tersebut “dilayani” oleh anak baik secara sadar maupun tidak sadar (karena telah diperdayai) maka apakah kasus seperti ini dapat ditindaklanjuti sebagai kasus pelecehan seksual pada anak bila dikemudian hari korban sadar telah diperdayai atau karena kemudian diketahui orang tuanya? Mungkin akan terjadi perdebatan, apalagi menyangkut bukti-bukti hukum yang cukup pada saat melaporkan atau untuk dihadirkan nantinya di pengadilan. Namun bila merujuk pada beberapa undang-undang di atas maka perbuatan pelecehan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa yang secara sadar mengetahui bahwa calon korbannya adalah seseorang yang berusi anak, maka orang dewasa tersebut dapat dijerat dengan undang-undang yang berlaku tersebut di atas, apapun alasannya.

Dalam Undang-Undang ITE, arti mentransmisikan sesuai KBBI memiliki pengertian mengirimkan atau meneruskan pesan dari seseorang kepada orang lain, sehingga percakapan terbuka melalui media social atau secara tertutup (privat) melalui chat messenger  atau telepon yang apabila isinya bermuatan kesusilaan yang tujukan kepada anak dapat dikenakan dengan sanksi hukum yang berlapis dari beberapa Undang-Undang yang disebutkan di atas.

Dengan demikian, dalam masalah pelecehan dan kekerasan seksual pada anak, seharusnya tidak dikenal dalil “suka sama suka” atau “anak menghendakinya”, karena jelas dalam Undang-Undang yang bertujuan dalam perlindungan anak, dalam kasus tersebut anak harus ditempatkan sebagai korban, sekali lagi apapun alasannya.

Tantangan dan Upaya Menindak Para Predator Seks Pada Anak

  1. “Tabu” dalam KBBI diartikan sebagai sesuatu yang dianggap suci (tidak boleh disentuh, diucapkan, dsb); pantangan; larangan. Hal inilah yang oleh kebanyakan masyarakat Indonesia masih dipegang teguh, sehingga upaya untuk mengungkapkan kasus-kasus kejahatan seksual pada anak memang sulit untuk terdeteksi apalagi ditindaklanjuti agar para pelaku dapat ditindak sesuai hukum dan perundang-undangan yang berlaku dan menimbulkan efek jera. Walau merupakan hak asasi para korban dan keluarganya untuk menentukan sikap, tanpa disadari dengan membiarkan pelaku bebas berkeliaran memungkinkan jatuhnya korban lebih banyak lagi.
  2. Terkait hal ini, baik penegak hukum, institusi pemerintah yang menangani kejahatan pada anak, terlebih lagi media seharusnya dapat berpegang pada kode etik termasuk peraturan perundangan-undangan yang berlaku untuk menjamin kerahasiaan korban. Maksud hati membeberkan perbuatan pelaku, tanpa disadari korban di “seret” menjadi lebih terpuruk secara psikologis yang sulit untuk disembuhkan dalam waktu yang singkat. Oleh sebab itu, jaminan terhadap korban harus dapat dikampanyekan secara terus menerus sehingga baik korban dan keluarganya tidak canggung untuk melaporkan dan mendapat perlindungan sebagai mana mestinya. Apabila media yang hanya mengejar ratting, apalagi penegak hukum dan institusi Negara yang menangani permasalahan ini melakukan kelalaian yang menyebabkan korban dan keluarga tidak merasa nyaman dan aman yang sejatinya masih dianggapan “tabu” tersebut, maka penanganan masalah kejahatan anak di Indonesia akan mengalami hambatan yang berarti.
  3. Kebanyakan anak-anak kita tidak memahami hak-hak mereka yang telah dilindungi oleh undang-undang, lebih parahnya lagi apabila orang tua tidak mengerti akan hal ini. Karena menganggap dirinya telah duduk di bangku SMA, mereka merasa telah dewasa untuk bergaul dan berbicara dengan siapa saja (termasuk orang asing) tentang berbagai hal yang menyangkut masalah seksual termasuk melakukan perbuatan terlarang tersebut. Padahal dalam hukum dan perundang-undangan kita, yang dimaksud dengan anak adalah mereka yang belum mencapai usia 18 tahun. Masalah perkawinan dini (anak dibawah umur) oleh sebagian masyarakat dianggap lumrah sebagai bagian dari kebiasaan hidup mereka setempat. Peninggalan zaman terdahulu kemudian masih dianggap berlaku hingga saat ini yang dalam kenyataannya banyak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan berlaku. Permasalahan ini bukanlah hal mudah untuk ditanggulangi apalagi telah menyangkut masalah ekonomi atau kemiskinan yang masih menyisahkan banyak persoalan yang sangat kompleks.
  4. Faktor gaya hidup di kota besar yang dipertontonkan secara bebas dan tidak mendidik melalui perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat terbuka dan dapat diakses oleh siapa saja. Oleh sebagian anak-anak di kota kecil bahkan hingga pendesaan dapat menjadi pemicu yang mendorong mereka untuk melakukan tindakan yang merugikan dirinya sendiri, yang secara tidak langsung menyeret mereka menjadi korban kejahatan seksual itu sendiri.
  5. Pengawasan orang tua yang sangat minimin adalah persoalan yang penting, khususnya di kota-kota kecil hingga pedesaan sangat berpengaruh untuk mencegah anak mereka terjerumus pada pergaulan bebas atau dapat menjadi korban atas kejahatan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa. Apa yang dilakukan secara terpusat (di pusat), seolah-olah dapat di teruskan dan diketahui oleh orang tua di pelosok desa di Indonesia. Jangan juga pernah mengharapkan mereka membaca Koran atau berita dan artikel melalui media-media online, apalagi ada juga orang tua yang buta huruf atau sangat minim pengetahuan karena rendahnya pendidikan. Sehingga pendekatan kampanye dan sosialisasi perlindungan anak perlu diupayakan oleh semua elemen masyarakat, khsususnya pemerintah, organisasi keagamaan dan organisasi-organisasi masyarakat lainnya yang telah memiliki cabang hingga ke pelosok negeri. Masalah perlindungan anak, harus menjadi salah satu topik penting untuk disampaikan dengan memperhatikan karakteristik masyarakat dan kondisi daerah setempat, agar dapat dengan mudah mereka pahami.
  6. Peran institusi pendidikan sejatinya tidak hanya menitik beratkan untuk menghasilkan generasi muda bangsa yang cerdas secara akademik, namun lebih jauh harus dapat mengantisipasi terjadinya degradasi moral yang saat ini menjadi masalah serius di kalangan pelajar. Dengan memberikan porsi pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang budi pekerti yang berakar pada budaya, keagamaan dan nilai-nilai luhur bangsa diharapkan ketahanan moral mereka dapat menjadi benteng yang kokoh untuk menangulangi atau meminimalisir permasalahan-permasalahan pergaulan bebas dan tindak kejahatan seksual pada anak.
  7. Peran pemerintah yang memilki alat kekuasaan Negara, sedapatnya meminimalisir faktor pemicu terjadinya pergaulan bebas dan terkhususnya masalah kejahatan seksual pada anak, bukan saja lewat regulasi namun sigap dan melakukan tindakan nyata dalam berbagai bidang khususnya untuk menyikapi perkembangan teknologi informasi dan komunkasi yang berkembang sangat cepat dewasa ini. Tidak hanya menunggu laporan masyarakat namun dengan kegiatan-kegiatan intelijen yang tidak melulu mengkedepankan masalah keamanan dan stabilitas Negara, permasalahan kejahatan anak merupakan bagian yang terpenting untuk masa depan bangsa dan Negara, oleh karena itu perlu lebih aktif lagi melakukan investigasi dan pengawasan langsung dalam kehidupan bermasyarakat.
  8. Yang terkahir, bukti-bukti adanya kekerasan seksual memang sangat diperlukan, termasuk saksi korban atau saksi pelaku yang meringankan. Untuk itu bagi setiap anak harus mengerti bahwa bukti pelecehan fisik maupun non fisik sangat diperlukan bila dikemudian hari kasus akan diteruskan di ranah hukum. Dengan demikian ketika mengalami pelecehan seksual secara fisik, segera melaporkan kepada orang tua (yakinlah bahwa orang tua adalah pelindung anda) termasuk untuk dilakukan visum secara medis. Sedangkan kekerasan non fisik, bukti-bukti percakapan, atau berupa gambar dan konten lainnya, sedapatnya di simpan atau direkam. Jangan pernah takut untuk menindak para pelaku, Anda maupun keluarga tidak sendiri, negara, institusi/lembaga pemerintah, LSM dan berbagai elemen masyarakat akan selalu mendukung dan beruapaya mendukung anda dan keluarga untuk menghukum seberat-beratnya pelaku kekerasan pada anak. Jangan biarkan pelaku berkeliaran, karena akan jatuh korban lain yang sebenarnya dapat kita cegah bersama.

 

Sumber Gambar : https://joycomeswiththemorningdotcom.files.wordpress.com

Justeru MA yang Mengancam Terjadinya “Kiamat” Internet di Indonesia
IDKITA Bersama IWAPI Jawa Tengah Membahas Masalah Kekerasan Anak

About Deasy Maria

Sekjen IDKITA

Related posts

  • PBNU Minta Publik Bijak Gunakan Medsos

    PBNU Minta Publik Bijak Gunakan Medsos

    30 Desember 2016

  • Jokowi Ingin Ada Kampanye Masif untuk Penggunaan Medsos yang Positif

    Jokowi Ingin Ada Kampanye Masif untuk Penggunaan ...

    30 Desember 2016

  • Menkominfo: Hampir 800 Ribu Situs Sebar Hoax di Internet

    Menkominfo: Hampir 800 Ribu Situs Sebar Hoax ...

    30 Desember 2016

  • Jokowi Minta Hukum Tegas dan Keras untuk Penebar Kebencian di Medsos

    Jokowi Minta Hukum Tegas dan Keras untuk ...

    30 Desember 2016

  • blogger
  • youtube
  • twitter
  • rss
  • googleplus
  • facebook
  1. Popular
  2. Recent
  • Talkshow Pemanfaatan TIK di Mall Taman Anggrek Jakarta

    Talkshow Pemanfaatan TIK di Mall Taman Anggrek Jakarta

    5 Agustus 2014
  • Ancaman Gangguan Kepribadian Karena Online

    Ancaman Gangguan Kepribadian Karena Online

    24 November 2012
  • IDkita Menyambut Hari Ibu Nasional 2012

    IDkita Menyambut Hari Ibu Nasional 2012

    17 Desember 2012
  • Persiapan Seminar Hari Ibu Nasional 2012

    Persiapan Seminar Hari Ibu Nasional 2012

    26 November 2012
  • IDKita Kompasiana Dan Pustekkom Dikbud

    IDKita Kompasiana Dan Pustekkom Dikbud

    19 September 2012
  • PBNU Minta Publik Bijak Gunakan Medsos

    PBNU Minta Publik Bijak Gunakan Medsos

    30 Desember 2016
  • Jokowi Ingin Ada Kampanye Masif untuk Penggunaan Medsos yang Positif

    Jokowi Ingin Ada Kampanye Masif untuk Penggunaan Medsos yang Positif

    30 Desember 2016
  • Menkominfo: Hampir 800 Ribu Situs Sebar Hoax di Internet

    Menkominfo: Hampir 800 Ribu Situs Sebar Hoax di Internet

    30 Desember 2016
  • Jokowi Minta Hukum Tegas dan Keras untuk Penebar Kebencian di Medsos

    Jokowi Minta Hukum Tegas dan Keras untuk Penebar Kebencian di Medsos

    30 Desember 2016
  • Jokowi Perintahkan Evaluasi Media Online Penebar Hoax dan Provokasi

    Jokowi Perintahkan Evaluasi Media Online Penebar Hoax dan Provokasi

    30 Desember 2016
  1. Recent Posts

    • PBNU Minta Publik Bijak Gunakan Medsos

      PBNU Minta Publik Bijak Gunakan Medsos

      30 Desember 2016
    • Jokowi Ingin Ada Kampanye Masif untuk Penggunaan Medsos yang Positif

      Jokowi Ingin Ada Kampanye Masif untuk Penggunaan Medsos yang Positif

      30 Desember 2016
    • Menkominfo: Hampir 800 Ribu Situs Sebar Hoax di Internet

      Menkominfo: Hampir 800 Ribu Situs Sebar Hoax di Internet

      30 Desember 2016
    • Jokowi Minta Hukum Tegas dan Keras untuk Penebar Kebencian di Medsos

      Jokowi Minta Hukum Tegas dan Keras untuk Penebar Kebencian di Medsos

      30 Desember 2016
    • Jokowi Perintahkan Evaluasi Media Online Penebar Hoax dan Provokasi

      Jokowi Perintahkan Evaluasi Media Online Penebar Hoax dan Provokasi

      30 Desember 2016
  2. News in Pictures

    PBNU Minta Publik Bijak Gunakan Medsos
    Jokowi Ingin Ada Kampanye Masif untuk Penggunaan Medsos yang Positif
    Menkominfo: Hampir 800 Ribu Situs Sebar Hoax di Internet
    Jokowi Minta Hukum Tegas dan Keras untuk Penebar Kebencian di Medsos
    Jokowi Perintahkan Evaluasi Media Online Penebar Hoax dan Provokasi
    Kasus Asusila Kediri: Terdakwa Dapat Dikenakan Penggabungan Tindak Pidana Selama 20 Tahun
    Tangani Masalah Yuyun Jangan Tergesa-gesa dan Asal-asalan!
    #NyalaUntukYuyun: Perangi Kekerasan Seksual Pada Anak!!
    Dialog Penanganan Kekerasan Online Pada Anak dan “Sex Tourism”
    IDKITA Mengisi Workshop EMAX Tentang Waspada Cyber-Bullying Terhadap anak
    HUT IIDI ke 60: IDKITA Bersama KOMNASPA Mengisi Seminar Tentang Kekerasan Anak
    IDKITA Bersama IWAPI Jawa Tengah Membahas Masalah Kekerasan Anak
    Darurat Nasional Kejahatan Seksual Terhadap Anak di Indonesia
    Justeru MA yang Mengancam Terjadinya “Kiamat” Internet di Indonesia
    Dibalik Kisah Sebuah Sekolah “Kumuh” di Tengah Kota Ambon
    Memahami Cyberbullying dan Cyberstalking Secara Sederhana
    Sosialisasi Pemanfaatan TIK di Universitas Kristen Indonesia Maluku
    Tidak Semua Pedofil Memiliki Gangguan Jiwa
    Indar Atmanto di Mata Saya
  3. Popular Posts

    • Talkshow Pemanfaatan TIK di Mall Taman Anggrek Jakarta

      Talkshow Pemanfaatan TIK di Mall Taman Anggrek Jakarta

      5 Agustus 2014
    • Ancaman Gangguan Kepribadian Karena Online

      Ancaman Gangguan Kepribadian Karena Online

      24 November 2012
    • IDkita Menyambut Hari Ibu Nasional 2012

      IDkita Menyambut Hari Ibu Nasional 2012

      17 Desember 2012
    • Persiapan Seminar Hari Ibu Nasional 2012

      Persiapan Seminar Hari Ibu Nasional 2012

      26 November 2012
    • IDKita Kompasiana Dan Pustekkom Dikbud

      IDKita Kompasiana Dan Pustekkom Dikbud

      19 September 2012
  4. Kontak Kami

    Email :
    info@idkita.or.id
    Pengaduan/Konsultasi:
    aduan.idkita@gmail.com
    Phone (SMS) : 081328506987

    Konsultasi :
    valentino@idkita.com
    BB : 2BA9795D
    WA: 081212974432 (Konfirmasi Melalui SMS)
    Waktu : 18:00 - 22:00 WIB
  • blogger
  • youtube
  • twitter
  • rss
  • googleplus
  • facebook
© Copyright 2013, IDKITA Community All Rights Reserved. | Powered by WordPress | Designed by Idkita