我們只售賣RELX電子煙原裝煙彈,一顆煙彈可以使用3-5天。 提供100%原裝正品RELX煙彈,悅刻菸彈, 各種不同口味齊全,正品RELX專用煙彈現貨快速發貨。 選擇RELX悅刻電子菸煙彈,不要猶豫,按下加入購物車,為你將要到來的時尚和愉快下單!
Melalui petisi yang dibuat oleh Onno W Purbo, yang pada saat ini (5/10/2014) telah mendapat dukungan (“tanda tangan”) 22.512 user, dalam salah butir tuntutan disebutkan bahwa apabila tuntutan tidak dipenuhi, maka sebagian besar ISP Indonesia menjadi ilegal dan mereka tidak mungkin beroperasi. Agar tidak melakukan tindakan melawan hukum maka ISP Indonesia harus menutup usahanya, dan men-shutdown Internet Indonesia.
Apa yang di ditulis Onno melalui Petisi yang dibuatnya, sangat masuk akal, pasalnya akar permasalahan kasus IM2 yang menyeret mantan direkturnya, Indar Atmanto dengan pidana 8 tahun memiliki pola bisnis yang sama dengan lebih dari 300 ISP lain di Indonesia. Oleh sebab itu, jika tidak ada kepastian hukum dari pemerintah, maka para pengelola atau pemilik ISP terancam dipenjara bukan? Masuk akal jika kemudian mereka merasa terancam dan bisa saja menutup bisnisnya, daripada “mati konyol” dan dipenjara plus didenda. Jadi siapa yang mengancam dan siapa yang terancam?
Untuk mencegah “kiamat” internet di Indonesia akibat putusan MA, melalui Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) telah melayangkan surat permintaan fatwa kepada Mahkamah Agung, untuk mengetahui kepastian hukum bisnis internet di Indonesia.
Jika upaya hukum APJII dan juga Indosat dalam hal pengajuan PK (peninjauan kembali) tidak digubris juga oleh Mahkamah Agung dan tidak “dilirik” sama sekali oleh Presiden sebagai hal yang penting, sekali lagi harus dapat dimaklumi apabila keputusan para “bos” pengelola ISP nantinya melakukan Shutdown layanan internetnya. Jadi “bola panas” ancaman itu ada di pihak MA bukan pada anggota APJII.
Jadi anggapan sebagian masyarakat yang menuding APJII dengan para anggotanya yang melakukan ancaman terhadap kemungkinan terjadinya “kiamat” Internet di Indonesia adalah keliru. Justeru MA lewat putusannya yang mengancam anggota APJII itu sendiri dan secara langsung berimplikasi pada pengguna internet di seluruh Indonesia. Jadi wajar jika para anggota APJII berusaha mencari keadilan dan kepastian hukum di Negara yang seharusnya mengkedepankan keadilan dan terlebih lagi untuk kepentingan masyarakat luas.
Jika ada yang menganggap Anggota APJII hanya melindungi korporasi atau keuntungan bisnis internet semata tanpa memperhatikan kebutuhan internet yang sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat luas dewasa ini, perlu melihat lebih jauh, siapa yang dapat menanggung beban dan ancaman hukuman bagi ISP ke depan? Lagi-lagi yang melakukan “kekacauan” semua ini adalah pada proses hukum yang berujung pada putusan MA yang menjatuhkan hukuman pada IM2 dan Indar Atmanto dan berimplikasi pada pola bisnis yang sama dan dijalankan oleh lebih dari 300 ISP di Indonesia. Jadi jelaslah yang mengancaman itu adalah keputusan MA sendiri.
Kemudian pertanyaan kritisnya, apakah kemungkinan terjadinya “kiamat” internet di Indonesia dapat membuka mata Presiden atau MA untuk mengeluarkan fatwa serta mengabulkan permohonan PK Indosat dan membebaskan Indar Atmanto yang telah terzolimi oleh proses hukum yang tidak adil dimata sebagian besar organisasi maupun pakar telekomunikasi baik dalam dan luar negeri? Seharusnya menjadi bahan pertimbangan, karena merekalah yang mencari-cari celah hukum dan menyebabkan kekacauan “logika” hukum sekaligus mengancam pula iklim investasi serta industri telekomunikasi di Indonesia.
Perlu diketahui bahwa selain Indar Atmanto, Kejagung sangat percaya diri untuk membidik 4 tersangka lain yaitu mantan Dirut PT Indosat Jhonny Swandi Sjam dan Hari Sasongko serta dua korporasi, yakni PT Indosat dan PT IM2.
Sumber Gambar/Ilustrasi :
hiddenskills.wordpress.com
6 September 2021
9 Agustus 2021
30 Desember 2016
30 Desember 2016