我們只售賣RELX電子煙原裝煙彈,一顆煙彈可以使用3-5天。 提供100%原裝正品RELX煙彈,悅刻菸彈, 各種不同口味齊全,正品RELX專用煙彈現貨快速發貨。 選擇RELX悅刻電子菸煙彈,不要猶豫,按下加入購物車,為你將要到來的時尚和愉快下單!
Setelah merintis Proyek Percontohan Pendidikan Layanan Khusus (PLK) di Kabupaten Banyumas, kali ini IDKITA Community mencoba untuk merintis proyek percontohan yang sama di wilayah tengah Indonesia, tepatnya di Kabupaten Maros, provinsi Sulawesi Selatan.
Kegiatan yang diselenggarakan pada tanggal 23 hingga 24 Agustus 2014 ini dilaksanakan dengan serangkaian kegiatan, antara lain peninjauan langsung daerah dan sekolah yang dapat ditindaklanjuti menjadi sekolah percontohan, peninjauan langsung infrastruktur TIK di Kabupaten Maros, khususnya jaringan internet sepanjang ibu kota Kabupaten Maros menuju daerah Camba, yaitu daerah di mana proyek percontohan direncanakan akan dilaksanakan, serta melakukan kegiatan dialog bersama simpul-simpul pelajar Maros, blogger pelajar Maros, blogger Maros, relawan TIK dan tokoh pendidikan Kabupaten Maros.
***
Definisi Pendidikan Layanan Khusus (PLK) sendiri menurut UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 pada pasal 32 ayat 2 dan disebutkan juga dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan nomor 72 tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Layanan Khusus (PLK). Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
Berdasarkan definisi dan karakteristik wilayah yang dapat diselenggarakan PLK, yang dijabarkan lebih lanjut dalam Permen No 72 tahun 2013, khususnya pada pasal 6 dan terlebih lagi memperhatikan dengan seksama, amanat Undang-Undang Dasar 1945 yaitu Pasal 28 C, 28 E dan Pasal 31 ayat UUD 1945, di mana pada prinsip dasarnya diamanatkan bahwa setiap warga negara dijamin haknya untuk memperoleh pendidikan.
Dalam Permen No 72 tahun 2013, khususnya pada pasal 3 ayat 1 tentang program layanan pendidikan yang kemudian dijabarkan dalam pasal 5 huruf (e) disebutkan bahwa salah satu program layanan yang dimaksud dapat berupa pendidikan jarak jauh yang menyelenggarakan layanan pendidikan tertulis, radio, audio, video, TV, dan/atau berbasis IT.
Kemudian dalam Pasal 8 Permen yang sama juga menyebutkan bahwa Proses pembelajaran PLK dilaksanakan dengan memperhatikan sistem pembelajaran yaitu tempat pembelajaran disesuaikan dengan ketersediaan dan kelayakan, waktu pembelajaran dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara, pendidik dan peserta didik dan sistem pembelajaran dapat dilakukan dalam bentuk klasikal, tutorial, tatap muka, jarak jauh, dan/atau mandiri. Hal ini memberi ruang penyelenggara PLK untuk dapat memanfaatkan TIK secara maksimal sesuai kondisi wilayah.
Terkait dengan perluang pemanfaatan TIK tersebut, pada pasal 8 ayat 3 memang disebutkan dengan jelas bahwa sistem pemberlajaran dapat menggunakan media berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Atas dasar inilah, maka disamping melaksanakan tujuan pokok komunitas dalam memasyarakatkan pemanfaatan TIK dengan titik perhatian pada perlindungan anak dan pemberdayaan perempuan, maka kegiatan penyelenggaraan proyek percontohan untuk pendidikan layanan khusus yang memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memiliki benang merah dengan visi dan misi komunitas dalam mengupayakan generasi muda Indonesia yang cerdas, tangguh dan bermoral dalam memanfaatkan TIK untuk menggapai cita-citanya di masa depan dan berpatisipasi dalam mengisi pembangunan Indonesia mencapai citai-cita luhur serta mengharumkan dan menjadikan bangsa di masa depan menjadi bangsa yang tangguh dan dapat bersaing secara global.
Bila ditanyakan, dari mana resource yang dibutuhkan untuk proyek percontohan yang jika dinilai dalam kaca mata umum mungkin akan menyedot dana yang besar, hal ini menggambarkan, seolah-olah komunitas kami tidak akan mampu untuk merealisasikannya. Namun dengan niat yang tulus dengan membangun kerjasama dengan berbagai stakeholders, antara lain pemerintah, pihak swasta serta komunitas masyarakat, keinginan tersebut boleh diyakini dapat terealisasi dengan baik. Hal ini mulai dapat dibuktikan ketika pertama kali IDKITA Community merintis proyek percontohan untuk Boarding School, Mbangun Desa, Baturraden serta serta MTS Pakis, Desa Gunung Lurah, Kabupaten Banyumas yang saat ini dalam implementasi pembelajaran jarak jauh dan pembelajaran offline menggunakan konten dari rumah belajar PUSTEKKOM Kemdikbud.
Adapun proyek percontohan yang dilaksanakan IDKITA Community dengan menggandeng berbagai pihak terkait, bertujuan agar mendapat satu solusi dalam percepatan pemerataan pendidikan dengan memanfaatkan perkembangan TIK di Indonesia, khususnya di daerah-daerah terpencil, pedalaman dan memiliki siswa yang berasal dari keluarga miskin dan kurang mampu. Dengan demikian, jika proyek percontohan yang diselenggarakan sesuai kondisi sekolah maupun wilayah setempat dapat dilaksanakan secara sederhana dan upaya untuk menekan semua unsur biaya yang berlebihan, maka kelak jika dapat diimplementasi dengan baik, diharapkan dapat diadopsi ke berbagai wilayah dan daerah pedalaman, terpencil serta miskin di Indonesia.
Seperti yang diketahui, bahwa keinginan untuk merealisasikan Indonesia untuk terkoneksi dengan internet pada tahun 2015 (penduduk Indonesia harus melek internet pada tahun 2015), dimana salah satu programnya diupayakan melalui pemanfaatan dana USO (Universal Service Obligation) yang dikelola oleh kementerian komunikasi dan informatika, khususnya PLIK dan MPLIK, dalam kenyataannya menuai masalah sehingga pada akhirnya sementara harus dihentikan sambil mencari solusi yang tepat agar pengembangan TIK atau kebutuhan internet hingga kecamatan maupun desa dapat dipenuhi.
Sambil menunggu solusi yang tepat tentu saja akan melalui proses yang cukup panjang sesuai birokrasi dan peraturan yang berlaku, sehingga dapat ditebak akan memakan waktu yang lama. Oleh sebab itu, sebagai bagian dari masyarakat yang peduli terhadap pendidikan bagi anak-anak di Indonesia, upaya untuk melihat peluang yang sederhana dengan biaya yang boleh dikatakan dapat ditekan seminimal mungkin, keinginan untuk membantu sekolah-sekolah yang terpencil yang jauh dari perhatian, dapat diupayakan secara bersama-sama dengan keterlibatan semua unsur yang peduli tentang hal ini.
Disamping masalah tersebut, implementasi kurikulum 2013 hingga saat ini masih menemui kendala dan masih terus disosialisasikan untuk mendapat kesepahaman bersama, terutama kebutuhan buku yang belum dapat didistribusikan dengan baik di seluruh Indonesia. Belum lagi pemahaman penyelenggara pendidikan dan pendidik sendiri dalam penyelenggaraan kurikulum yang berbasis kompetensi untuk menciptakan siswa yang kreatif dan inovatif serta berkepribadian luhur, masih menyisahkan masalah tersendiri.
Dengan memperhatikan permasalahan tersebut, maka dengan memanfaatkan TIK untuk mengakses rumah belajar kemdikbud yang saat ini seharusnya dapat dimanfaatkan oleh guru maupun siswa melalui situs http://belajar.kemdikbud.go.id masih menemui kendala ketika ketersediaan akses internet khususnya untuk daerah-daerah terpencil dan pedalaman belum dapat bahkan sulit untuk direalisasikan dengan berbagai masalah.
Lalu apa solusinya dengan proyek percontohan ini? Kami mengupayakan konten rumah belajar tersebut untuk dapat diakses secara offline dengan menyediakan semua konten tersebut dalam media penyimpanan yang cukup dan dapat diakses oleh siswa dan guru melalui jaringan intranet untuk dimanfaatkan baik untuk satu sekolah secara mandiri, atau dengan dukungan pemerintah daerah dan stakeholder mengupayakan jaringan intranet dalam cakupan satu wilayah yang cukup luas, sehingga sekolah-sekolah di wilayah tersebut dapat memperoleh materi ajar yang sama tanpa harus besusah payah mencari koneksi internet yang banyak terkendala di lapangan.
Semua itu paling tidak adalah solusi jangka pendek saat ini sampai menunggu pengembangan infrastruktur TIK yang memadai dan dapat diakses oleh seluruh sekolah di Indonesia, walaupun dalam implementasi nantinya akan menghadapi kenyataan bahwa daerah terpencil dan pedalaman perlu menjadi pertimbangan dan perhitungan yang matang, karena merealisasikan kebutuhan internet tidak hanya berpatokan pada penyediaan infrastruktur saja. Namun harus menyelenggarakan capacity building secara berkesinambungan, di mana sumber daya setempat harus dapat dibekali pendidikan dan pelatihan dalam upaya pemerliharaan infrastruktur yang dibangun, atau paling tidak terdapat relawan-relawan TIK atau organisasi/komunitas yang sejenis untuk dapat membantu dalam pemeliharaan dan sebagai tenaga teknis maupun instruktur.
***
20 Maret 2016
13 Mei 2015
16 Februari 2015
16 Februari 2015