我們只售賣RELX電子煙原裝煙彈,一顆煙彈可以使用3-5天。 提供100%原裝正品RELX煙彈,悅刻菸彈, 各種不同口味齊全,正品RELX專用煙彈現貨快速發貨。 選擇RELX悅刻電子菸煙彈,不要猶豫,按下加入購物車,為你將要到來的時尚和愉快下單!
Memang masih banyak persoalan yang harus di hadapi dan diselesaikan oleh bangsa ini, masing-masing dapat menempatkan skala prioritas menurut pertimbangan dan perhitungannya sendiri. Namun bila berbicara pendidikan, APBN 2014, pemerintah menetapkan anggaran pendidikan sebesar Rp. 368,899 triliun atau 20% dari total anggaran belanja negara (Rp1.842,495 triliun).
Dari alokasi anggaran tersebut, menurut data dari Sekretariat Kabinet RI, Rp. 130,279 triliun diantaranya merupakan anggaran pendidikan melalui belanja pemerintah pusat di mana Kemdikbud mendapat alokasi sebesar Rp. 80,661 triliun, sedangkan untuk anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah adalah sebesar Rp. 238,619 triliun.
Dilihat dari besarnya anggaran pendidikan tersebut, maka pembangunan boleh dikatakan masih menempatkan sektor pendidikan sebagai prioritas utama.
Lalu bagaimana kenyataan di lapangan? Apakah pemerataan pendidikan hanya dapat terukur dengan angka-angka statistik saja? Seperti dilaporkan oleh BPS melalui Susenas tahun 2012, disebutkan angka APS (Angka Partisipasi Sekolah) di Indonesia untuk anak usia 7-12 (97,95%), Usia 13-15 (89,66%), usia 16-18 (61,06%) dan usia 19-24 (15,84%).
APK (Angka Partisipasi Kasar ) sesuai laporan yang sama untuk Indonesia dilaporkan untuk usia pendidikan SD/MI/Paket A adalah 104,30%, SMP/Mts/Paket B adalah 89,38% dan SM/SMK/MA/Paket C usia 19-24 adalah 68,22%.
Sedangkan APM sesuai tahun laporan yang sama untuk Indonesia dilaporkan untuk usia pendidikan SD/MI/Paket A adalah 92,49%, SMP/Mts/Paket B adalah 70,84% dan SM/SMK/MA/Paket C usia 19-24 adalah 51,46%.
Dari angka-angka tersebut saja belum mencapai angka ideal yaitu 100%, ya namanya juga ideal, memang tidak mudah, tetapi harus berusaha mendekati angka tersebut.
Mungkin bagi sebagaian orang, khususnya kementerian terkait atau dinas di daerah sudah puas bila angka-angka tersebut bisa melebihi angka 50%. Ya, kalau daerahnya hanya berpenduduk usia sekolah 100 orang saja, maka 50 orang sisanya belum mengenyam pendidikan mungkin disebabkan karena permasalahan yang tidak mudah diatasi.
Namun bagaimana daerah dengan penduduk usia sekolah suatu daerah dengan jumlah di atas jutaan? Atau katakanlah 1 juta, maka 500.000 yang belum mengenyam pendidikan harus dapat dilihat sebagai ketidak berhasilan program pemerataan pendidikan. Terserah angka mana yang mau digunakan, APS, APK atau APM.
Sebagai contoh saja, untuk menyoroti usia pendidikan SMA sederajat, angka APS di Indonesia per tahun laporan 2012 baru mencapai 61,06% (APM 51,46%). Memang untuk usia pendidikan 16-18 tahun, semua propinsi sudah mencapai angka di atas 50%. APS terendah adalah di Provinsi Papua yaitu 50,66% (APM 30,05%), menyusul Kalimantan Tengah yaitu 54,06% (APM 42,39%).
Ini baru angka-angka saja, belum lagi melihat kenyataan di lapangan terkait kondisi sekolah dan ketersediaan guru hingga pengukuran standar kelulusan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Masih banyak faktor keberhasilan pemerataan kesempatan dan kualitas pendidikan yang dapat dijadikan tolak ukur.
Pendidikan di Daerah 3 T
Persoalan pemerataan pendidikan, dapat dipahami dengan adanya kondisi penduduk usia sekolah di daerah 3T yaitu daerah Terdepan, Terpencil dan Tertinggal. Sebagaimana dijelaskan melalui situs resmi Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus (PK-LK) Dikmen, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (pkplkdikmen.net 8/10/2013). Beberapa permasalahan penyelenggaraan pendidikan di daerah-daerah ini antara lain karena kurangnya persediaan tenaga pendidik, distribusi tidak seimbang, insentif rendah, kualifikasi dibawah standar, guru-guru yang kurang kompeten, serta ketidaksesuaian antara kualifikasi pendidikan dengan bidang yang ditempuh, penerapan kurikulum di sekolah belum sesuai dengan mekanisme dan proses yang distandarkan. Disamping itu, permasalahan angka putus sekolah juga masih relatif tinggi menimbulkan persoalan lain.
Terkait hal tersebut, menurut Direktorat PK-LK, pendidikan di daerah 3T perlu dikelola secara khusus dan sungguh-sungguh supaya bisa maju sejajar dengan daerah lain. Hal ini bisa terwujud bila ada perhatian dan keterlibatan dari semua komponen bangsa ini, baik yang ada di daerah maupun di pusat.
Merespon beberapa yang disebutkan tersebut, melalui Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan nomor 72 tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Layanan Khusus, yaitu pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi, memberikan beberapa solusi antara lain salah satunya peranan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Dalam Mendukung Terselenggaranya Pendidikan Layanan Khusus (PLK)
Peranan TIK dalam Pendidikan Layanan Khsusus
Perkembangan TIK dalam mendukung dan menyukseskan terselenggaranya Pendidikan Layanan Khusus (PLK) harus diakui bahwa memang sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, melalui Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan nomor 72 tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Layanan Khusus khususnya pada pasal 3 ayat 1 tentang program layanan pendidikan yang kemudian dijabarkan dalam pasal 5 huruf (e) disebutkan bahwa salah satu program layanan yang dimaksud dapat berupa pendidikan jarak jauh yang menyelenggarakan layanan pendidikan tertulis, radio, audio, video, TV, dan/atau berbasis IT.
Kemudian dalam pasal 8 Permendikbud tersebut juga disebutkan bahwa Proses pembelajaran PLK dilaksanakan dengan memperhatikan sistem pembelajaran yaitu tempat pembelajaran disesuaikan dengan ketersediaan dan kelayakan, waktu pembelajaran dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara, pendidik dan peserta didik dan sistem pembelajaran dapat dilakukan dalam bentuk klasikal, tutorial, tatap muka, jarak jauh, dan/atau mandiri. Hal ini memberi ruang penyelenggara PLK untuk memanfaatkan TIK.
Terkait dengan perluang pemanfaatan TIK tersebut, pada pasal 8 ayat 3 memang disebutkan dengan jelas bahwa sistem pembelajaran dapat menggunakan media berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Pertanyaannya, siapa yang menyediakan infrastrukturnya dan siapa yang menyediakan konten (materi) pendidikan maupun pendidik untuk menyelenggarakan sekolah jarak jauh? Tanpa mengesampingkan kementerian yang lain, dalam persoalan ini memang perlu membangun kerjasama antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Tentu dalam masalah konten pendidikan dan tenaga pengajar merupakan TUPOKSI dari kemendikbud, sedangkan untuk membangun infrastruktur TIK seharusnya kemenkominfo memiliki porsi terbesar walaupun kemendikbud sendiri telah mampu membangun beberapa infrastruktur TIK namun dalam kapasitas terbatas melalui Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (PUSTEKKOM)
Kemajuan Pembangunan Infrastruktur Kominfo
Sesuai dengan Siaran Pers Tentang Laporan Akhir Tahun 2013 Kementerian Kominfo (27/12/2013), disebutkan bahwa sampai dengan Desember 2013 Kementerian Kominfo telah membangun:
6 September 2021
9 Agustus 2021
23 Mei 2016
7 Mei 2016